A. BIOGRAFI
Abdurrahman Wahid ad-Dakhil, yang lebih dikenal sebagai Gus Dur, lahir di Denanyar, Jombang pada tahun 1940. Beliau adalah putra pertama dari KH. Wahid Hasyim dan Ny. Solichah, keluarga ulama terkemuka di Indonesia. Gus Dur memulai pendidikannya di Yogyakarta pada tahun 1954, menempuh SMEP dan menyantri di pesantren Krapyak. Setelah lulus dari SMEP pada tahun 1957, beliau melanjutkan pendidikan di pesantren Tegalrejo, Magelang. Selain sebagaii santri, pada tahun 1959, Gus Dur menjadi guru di madrasah kTambakberas. Pada 1963, mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan kemudian pindah ke Universitas Baghdad untuk mengulang studi S1 di bidang sastra pada tahun 1966.
Setelah melawat ke Eropa pada tahun 1971, Gus Dur aktif di LP3ES dan menjadi penulis dengan karya yang dimuat di majalah Prisma. Beliau dikenal sebagai intelektual dengan wawasan luas dalam bidang agama, sosial, dan politik.
Gus Dur menjabat sebagai presiden RI keempat dari tahun 1999 hingga 2001, memimpin dengan kebijakan toleransi dan menghadapi berbagai tantangan politik dan sosial.
Pada 30 Desember 2009, Gus Dur meninggalkan dunia, namun warisannya tetap dihormati dan diingat sebagai inspirasi bagi generasi muda.
B. PENGHARGAAN
- Tahun 1990 menerima gelar Penggerak Islam Indonesia dari Majalah Editor.
- Tahun 1990 Ramon Magsaysay Award for Community Leadership, Ramon Magsaysay Award Foundation, Philipina.
- Tahun 1991 Islamic Missionary Award from the Government of Egypt, Mesir.
- Tahun 1991 Penghargaan Bina Ekatama, PKBI.
- Tahun 1994 Man Of The Year 1998, Majalah berita independent (REM).
- Tahun 1998 Honorary Degree in Public Administration and Policy Issues from the University of Twente, Belanda.
- Tahun 2000 Penghargaan Kepemimpinan Global (The Global Leadership Award) dari Columbia University, New York.
- Tahun 2004 Bapak Tionghoa dari beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok.
- Tahun 2006 penghargaan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers
- Tahun 2009 dari Simon Wieshenthal Center (yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM dan toleransi antarumat beragama), New York, Amerika Serikat.
- Tahun 2009 penghargaan dari Temple University, Philadelphi, Amerika Serikat dengan menggunakan nama Abdurrahman Wahid sebagai salah satu jurusan studi agama dengan nama Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.
- Tahun 2010 (saat Gus Dur sudah meninggal) mendapat Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards Doktor Honoris Causa.
C. LATAR BELAKANG
Abdurrahman Wahid, yang lebih dikenal sebagai Gus Dur, merupakan figur yang fenomenal dalam realitas sosial dan politik Indonesia. Sebagai cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur memiliki hubungan yang erat dengan organisasi tersebut, yang menjadi penting dalam sejarah politik dan keagamaan Indonesia.
NU didirikan sebagai respons terhadap ancaman terhadap tradisi Islam Ahlussunnah Waljamaah, dan bertujuan untuk memperkuat kesetiaan pada salah satu dari empat madzhab serta melestarikan nilai-nilai Islam yang bercampur dengan nilai-nilai budaya lokal.
Dalam pandangan Gus Dur, NU bukan hanya sebuah organisasi, tetapi juga merupakan sebuah teks yang hidup dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Gagasan-gagasannya tentang pluralisme, demokrasi, dan agama sebagai praktik kebudayaan, serta penegakan hak asasi manusia, mencerminkan prinsip-prinsip yang dipegang teguh oleh NU.
Gus Dur juga terkenal karena menggunakan Pancasila sebagai landasan ideologis dalam politiknya, dengan keyakinan bahwa Pancasila memungkinkan semua orang Indonesia hidup bersama dalam sebuah negara yang berlandaskan pluralisme dan demokrasi. Pandangannya ini sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan yang menginginkan "Islamisasi" Indonesia, namun juga mendapat dukungan karena menegaskan pentingnya toleransi dan keberagaman dalam membangun bangsa.
Kesinambungan antara pemikiran Gus Dur dan prinsip-prinsip NU menjadi titik penting dalam menjaga kedamaian dan keberagaman di Indonesia, serta merumuskan cara yang positif dalam mengelola keragaman sebagai kekayaan nasional.
E. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAHAN GUSDUR
KEBIJAKAN EKONOMI
- Pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN): Gus Dur menghadapi dampak krisis moneter tahun 1998 yang masih terasa. Untuk mengatasi masalah ini, ia membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Dewan ini bertujuan untuk memperbaiki situasi ekonomi dengan mengelola restrukturisasi dan efisiensi BUMN. Langkah ini memungkinkan Indonesia untuk mengatasi krisis tanpa harus menjual BUMN dengan harga murah atau mengandalkan utang luar negeri.
- Upaya Mengubah Independensi Bank Indonesia (BI): Gus Dur mencoba mengubah independensi Bank Indonesia (BI) melalui amandemen UU BI. Meskipun langkah ini kontroversial dan menuai protes, ia berusaha mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi negara.
- Bea Masuk Impor Mobil Mewah untuk KTT G-15: Gus Dur menetapkan bea masuk impor mobil mewah yang jauh lebih rendah dari yang seharusnya (hanya 5% sementara seharusnya 75%) saat menghadiri KTT G-15. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara anggota G-15.
- Otonomi Daerah: Meskipun tidak sepenuhnya terkait dengan ekonomi, kebijakan otonomi daerah yang membebaskan daerah untuk mengajukan pinjaman luar negeri juga menjadi bagian dari masa pemerintahan Gus Dur. Namun, kebijakan ini tidak selalu populer di masyarakat dan menuai protes.
KEBIJAKAN SOSIAL
Kebebasan Beragama dan Pemulihan Hak Warga Tionghoa.
Pada era Gus Dur (Abdurrahman Wahid) sebagai Presiden Indonesia (1999-2001), terjadi peningkatan kebijakan sosial yang meliputi upaya untuk meningkatkan perlindungan sosial, hak asasi manusia, dan memperkuat dialog antaragama. Ini termasuk kebijakan untuk mengatasi ketimpangan sosial, mendukung keberagaman budaya, serta mendorong toleransi antaragama dan antarbudaya. Gus Dur dikenal sebagai penganjur demokrasi, pluralisme, dan hak asasi manusia. Dampak Kebijakan Sosial yaitu etnis Tionghoa tidak lagi mendapat diskriminasi, bebas melakukan tradisi dan kebebasan etnis Tionghoa dilindungi secara hukum.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Abdurrahman Wahid. Kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid adalah menuju desentralisasi pendidikan. Kebijakan desentralisasi pendidikan mengacu pada UU No. 22 tahun 1999 dan No. 25 tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan No. 33 tahun 2004 dimana dapat ditangkap prinsip-prinsip dan arah baru dalam pengelolaan sektor pendidikan dengan mengacu pada pembagian kewenang-kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dankabupaten/kota) serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dimana implikasi otonomi daerah bagi sektor pendidikan sangat tergantung pada pembagian kewewenangan di bidang pendidikan yang akan ditangani pemerintah pusat dan pemerintah daerah disisi lain.
Sebuah sistem pendidikan nasional yang disahkan melalui UU Sisdiknas dimana beberapa muatan dalam kebijakan ini secara tidak langsung mencoba melakukan perbaikan mutu pendidikan. Sekolah dan pendidikan adalah dua hal yang bertentangan.Pendidikan tidak bisa disempitkan pada pendidikan formal semata. Konsep desentralisasi yang diusung pemerintah dan didukung berbagai elemen demokrasi dinegeri ini melahirkan berbagai kebijakan yang memiliki implikasi positif terhadap pendidikan nasional. Demokratisasi pendidikan terkait dengan beberapa masalah utama, antara lain desentralisasi pendidikan melalui perangkat kebijakan pemerintah yaitu Undang-undang yang mengatut tentang pendidikan di negara kita.
KEBIJAKAN POLITIK
Salah satu kebijakan politik Abdurrahman Wahid pada awal pemerintahannya adalah:
- Membubarkan Departemen Penerangan. Pada masa Orde Baru, Departemen Penerangan dimanfaatkan oleh Presiden Soeharto sebagai alat untuk mengekang kebebasan pers. Oleh sebab itu, Gus Dur menghendaki pembubaran Departemen Penerangan agar kebebasan pers bisa terjamin.
- Gus Dur juga menjadikan Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (PKM), sebagai Menteri Negara.
- Dicabutnya ketetapan MPR tentang pelarangan Partai Komunis yang tertuang dalam Tap MPR Nomor 25 Tahun 1966. Reformasi yang dilakukan pemerintah pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid ini bertujuan untuk melakukan rekonsiliasi.Namun, wacana tersebut mendapat penolakan dari segala sisi, salah satunya Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra.
- Membuka hubungan dagang dengan Israel, yang juga banyak menuai protes dari masyarakat. Bahkan Gus Dur dianggap sebagai agen Yahudi oleh para demonstran. Melihat kondisi ini, pemerintah menganjurkan agar pembukaan hubungan tersebut ditunda.
- Pada tahun 2000, Gus Dur mengeluarkan Peraturan Presiden No.6/2000 yang mencabut Instruksi Presiden No.14/1967 yang dikeluarkan pemerintah Soeharto. Isi Inpres No.14/1967 adalah larangan segala bentuk ekspresi agama dan adat Tionghoa di tempat publik. Dengan Perpres yang dikeluarkan Gus Dur, maka etnis Tionghoa bisa melakukan kembali budaya tradisional mereka. Bahkan, Gus Dur juga menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2000. Hal ini merupakan kebijakan pemerintah Abdurrahman Wahid untuk mewujudkan kerukunan umat beragama.
F. PERISTIWA PENTING PADA MASA PEMERINTAHAN GUSDUR
Peran Abdurahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur, dalam kedudukannya sebagai presiden dan pemerintahan yang singkat lebih kurang 2 tahun, reformasi kebijakan-kebijakan politik yang mengundang kontroversi. Pemerintahan Gus Dur, menghadapi berbagai tantangan dan masalah, baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa masalah yang dihadapi antara lain:
- Krisis ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.
- Konflik sosial dan politik di berbagai daerah, seperti Aceh, Maluku, Papua, dan Kalimantan.
- Tuntutan reformasi hukum dan penegakan hak asasi manusia.
- Kritik dan oposisi dari parlemen dan partai-partai politik.
- Isu kesehatan dan kemampuan Gus Dur sebagai presiden.
Gus Dur juga melakukan beberapa langkah kontroversial, seperti:
- Mengangkat Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, padahal Wiranto diduga terlibat dalam pelanggaran HAM di Timor Timur.
- Mengeluarkan dekrit presiden untuk membubarkan DPR dan menyelenggarakan pemilu baru, tanpa persetujuan MPR.
- Mengusulkan perubahan nama Indonesia menjadi Nusantara.
- Mengusulkan pengakuan terhadap Israel.
Perubahan yang dilakukan K.H. Abdurrahman Wahid lain menyangkut penghapusan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Penghapusan kedua departemen ini menjadi kontroversi karena pada masa pemeritahan Soeharto Departemen Penerangan menjadi corong pemerintah dan Departemen Sosial menjadi departemen yang megurus masalah sosial. Abdurrahman Wahid tetap menghapus dua departemen ini, walaupun kemudian pada masa pemerintahan berikutnya dihidupkan kembali.
Mengakui kepercayaan Konghucu menjadi salah satu agama resmi di Indonesia juga merupakan kebijakan yang diambil oleh Abdurrahman Wahid pada masa pemerintahannya. Konghucu
merupakan kepercayaan yang banyak dianut oleh ethnis Tionghoa. Selama pemerintahan Soeharto Konghucu belum diakui sebagai agama resmi di Indonesia.
G. KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN PEMERINTAHAN GUSDUR
KEBERHASILAN:
- Peningkatan Demokrasi: Gus Dur mendukung proses demokratisasi di Indonesia, termasuk pemilihan umum yang bebas dan adil.
- Pemberian Kebebasan Beragama: Ia memperjuangkan kebebasan beragama dan mendukung hak-hak minoritas agama.
- Dialog Antaragama: Mendorong dialog antaragama dan toleransi beragama, dengan mengadakan berbagai forum dialog antarumat beragama.
- Peningkatan Hak Asasi Manusia: Memberikan perhatian pada hak asasi manusia dan memperjuangkan keadilan sosial.
- Pembangunan Infrastruktur: Meskipun terbatas, beberapa proyek infrastruktur penting seperti pembangunan jalan dan jembatan berhasil dilakukan.
KEGAGALAN:
- Kinerja Pemerintahan yang Lemah: Pemerintahannya sering dikritik karena lemah dalam mengelola pemerintahan dan menangani masalah ekonomi yang kompleks.
- Konflik dengan DPR: Gus Dur mengalami konflik dengan DPR yang berujung pada pemakzulan oleh MPR pada tahun 2001.
- Krisis Ekonomi: Meskipun tidak sepenuhnya disalahkan atas krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, pemerintahan Gus Dur belum mampu secara efektif mengatasi dampaknya.
- Tidak Efektif Mengelola Konflik Internal: Terjadi sejumlah konflik internal baik di tingkat nasional maupun lokal yang tidak mampu ditangani dengan efektif oleh pemerintahan Gus Dur.
- Kurangnya Konsistensi Kebijakan: Kebijakan pemerintahan Gus Dur seringkali dianggap tidak konsisten dan terlalu banyak memihak pada kepentingan politik dan kelompok tertentu.
Meskipun demikian, nilai-nilai pluralisme, demokrasi, dan toleransi yang diperjuangkan oleh Gus Dur tetap menjadi warisan penting dalam sejarah Indonesia.
H. KESIMPULAN
K. H. Abdurahman Wahid (Gus Dur) terpilih menjadi presiden RI (Republik Indonesia)
keempat setelah menang dalam Pemilu pada bulan Oktober 1999, ia terpilih setelah mengalahkan Megawati lewat pemungutan suara (voting) yang tertutup dan rahasia, dari 691 anggota MPR yang mengikuti suara dalam pemilihan presiden tersebut, K. H. Abdurahman Wahid memperoleh 373 suara sedangkan megawati memperoleh 313 suara.
Sejak K.H. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden, ia telah melakukan banyak perubahan
mendasar dari tingkat peranan militer, baik dalam kancah sosial maupun politik.
K.H. Abdurrahman Wahid adalah orang yang konsisten dengan prinsip-prinsipnya dan prinsip-prinsip itu berakar pada pemahamannya yang menekankan pada rahmat, pengampunan, kasih sayang Tuhan dan keharusan kita untuk mengikuti sifat-sifat ini dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan beragama.